Nicholas Blake, anak satu-satunya dari keluarga Adam Blake dan Anna Pratamy ini, ditinggal orang tuanya ke London saat berusia 3 tahun. Ia dibesarkan oleh kakek dan neneknya di Jogjakarta.
“ Ibu, Nico kami tinggalkan disini ya ?” Adam memohon.
“Tapi berapa lama kalian tinggalkan Nico disini ? Dia membutuhkan kasih sayang kalian.”
“Kami bekerja untuk Nico bu, tiap bulan kami akan mengirimkan uang untuk kebutuhan
Nico” kata Adam.
“Kami tak akan lama disana bu, kami akan kembali menjemput Nico.” Sambung Anna.
“Baiklah, hati-hati dijalan.”
Nico nama panggilannya, tak seperti anak kecil pada umumnya. Dia senang membantu kakeknya dikebun singkong tempat kakeknya mencari upah. Setiap ia pulang sekolah Nico langsung membantu kakeknya.
“Nenek, selamat siang … Kakek mana nek ?” tanya Nico.
“Kakek ada di kebun nak.”
“Ohh… Aku bantu kakek dulu yaa…”
Di kebun…
“Kakek” teriak Nico.
“Hei, Nico! Cepat sini, kakek menemukan sesuatu.”
“Apa itu kek ?”
Sebuah singkong berukuran besar ditemukan kakek di kebun tempat ia bekerja.
“Wouw… Sangat besar kek. Pasti nenek dirumah kaget saat melihat singkong ini. Kek,
bolehkah kita membawanya pulang ?”
“Boleh. Kamu bisa membawanya sendiri ?”
“Bisa kek…” teriak Nico penuh semangat.
Beberapa tahun berlalu, tak terasa Nico telah berumur 8 tahun. Kali ini perayaan Natal ke-6, Nico merayakannya bersama kakek dan neneknya dengan sederhana. Saat itu, Nico teringat akan kedua orang tuannya. Ia sama sekali tidak mengingat sosok wajah kedua orang tuannya, tak sepotong pun peninggalan orang tuanya yang ditinggalkan.
“Selamat natal Nico…”
Nico terbangun…
“Natal ? Hari natal ? Natal …” teriak Nico
“Iya nak, sekarang hari natal. Kamu mandi dan siap-siap kegereja.” Kata nenek.
“Baik nek,”
Nicholas beserta kakek dan neneknya pergi bersama kegereja. Mereka merayakan natal dengan hati sukacita.
Saat makan malam…
“Nek, apa kabar mama dan papa ?”
Kakek dan nenek Nico kaget. Mereka mulai mencari alasan yang harus dikatakan kepada Nico.
“Mama dan papa baik disana. Mereka pasti…”
“Nico kangen mama dan papa nek” sambung Nico.
“Iya, mereka pasti merindukan kamu Nico.”
Malam itu, disaat kesendiriannya Nico menangis, air mata yang tercurah mengingatkannya akan orang tuanya yang dianggapnya sudah tidak peduli lagi padanya. Sudah bertahun-tahun ayah dan ibunya tak menujukkan batang hidungnya.
“Mengapa mama dan papa tak datang malam ini ? Apa mereka sudah tak mengingat Nico lagi ? Nico rindu mama dan papa…” kata Nico sambil menangis.
Hingga malam itu berlalu, tidur lelap pun menemani Nico. Keesokan harinya Nico duduk didepan rumah berharap orang tuanya muncul di depan matanya saat itu juga. Tapi, itu hanya sia-sia, Nico hanya membuang watunya untuk sesuatau yang tak mungkin.
Hari natal pun berlalu dan tahun baru menanti.
Nico mulai menjalani kehidupannya seperti biasa, bersekolah dengan tekun, membantu kakeknya dengan rajin, dan banyak hal positif lainnya yang ia kerjakan.
Nico anak yang sangat berprestasi disekolahnya. Ia selalu mengikuti lomba-lomba akademik ataupun non-akademik.
7 tahun kemudian…
Nico menginjak kelas X di salah satu SMA swasta di jogjakarta. Pergaulannya mulai meluas. Dia mulai menemukan jati dirinya. Tak berbeda dari kehidupan yang sebelumnya, Nico memang sangat pintar, dia selalu terpilih menikuti berbagai kegiatan-kegiatan untuk mewakili sekolahnya. Hingga suatu saat, Nico mendapatkan beasiswa melanjutkan sekolahnya di Australia. Kabar itu sampai juga ke telinga kakek dan nenenknya. Sangat berat buat kakek dan neneknya untuk mengiyakan kabar itu. Tapi, dengan banyak keputusan akhrinya mereka mengizinkan Nico untuk bersekolah di Australia.
Sore itu, saat dibandara…
“Kakek, nenek, Nico berangkat dulu yaa…” kata Nico tersenyum.
“Iya Nico. Tak terasa kamu sudah besar, bertahun-tahun kakek dan nenek merawatmu tanpa beban sama sekali. Kamu hati-hati disana, jaga dirimu baik-baik, jangan sampai
terpengaruh hal-hal yang negatif, dan selalu andalkan Tuhan dalam segala hal.”
Kata nenek.
“Baik nek, aku akan selalu mengingat kakek dan nenek yang telah merawat dan menjagaku hingga aku bisa seperti ini. Aku akan kembali membawa kesuksesan untuk kakek dan nenek. Itu pasti. Aku sayang kakek dan nenek.” Kata Nico.
“Para penumpang dengan tujuan Sydney, Australia segera menuju ke ruang tunggu..”
Terdengar suara yang menandakan bahwa Nico harus menuju ke ruang tunggu. Untuk terakhir kalinya Nico mencium tangan kakek dan neneknya, Nico tak tahan lagi saat ia meneteskan air mata dan akhirnya menangis didepan kakek dan neneknya.
Nico melangkah dan menuju ruang tunggu. Ia melirik kakek dan neneknya dan tersenyum, itulah hal terakhir yang bisa ditunjukkannya kepada mereka.
Saat di Australia, Nico selalu mengerjakan tugasnya dengan baik. Hingga akhirnya ia dapat menyelesaikan S-1 di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Australia dan sudah mulai bekerja sebagai direktur salah satu perusahaan. Saat ia sedang mengurus kelanjutannya di program S-2 tiba-tiba nomor telepon tak dikenal menelponya berkali-kali.
Zzztt…Zzztt…Zzztt…
“Halo…”
“Halo, ini dengan saudara Nicholas Blake ?”
Terdengar suara yang sangat bising dari kejauhan sana…
“Ya, benar. Ini dengan siapa ?”
“Em, kami dari kepolisian daerah Jogjakarta menyampaikan bahwa dini hari tadi sekitar pukul 4 pagi, kediaman kakek dan nenek anda terbakar. Dan saat ini kami menemukan kakek dan nenek anda sudah dalam keadaan meninggal dunia.”
Sekejap Nico terdiam dan ia tak sadarkan diri. 15 menit kemudian, Nico tersadar, ia di temukan pinsan di depan kantornya.
Saat itu juga Nico langsung memesan tiket kembali ke Jogjakarta.
Saat Nico tiba di Jogjakarta…
“Selamat siang…” kata Nico lemah.
“Saudara Nicholas Blake ?” tanya salah seoran polisi.
“Ya, saya Nicholas. Dimana kakek dan nenek saya ?”
“Maaf saudara Nico, kami terlambat memberikan bantuan.”
“Kalian!! Mengapa kalian tak menyelamatkan kakek dan nenek saya ?”
“Sekali lagi kami minta maaf saudara Nico.”
Nico terdiam, ia tertunduk di depan jenasah kekek dan neneknya. Ia menangis dan terus
menangis hingga saat pemakaman tiba, Nico sangat lemah, kerjaanya selalu melamun. Nico tak menyangka secepat ini orang yang paling ia sanyangi telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Sebulan telah berlalu…
Nico sudah bisa melupakan kesedihan yang melandanya beberapa waktu yang lalu. Nico memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan melanjutkan program S-2nya disana. Saat Nico sampai di Bandara Soekarno-Hatta, tak sengaja ia berpapasan dengan seorang gadis cantik. Saat itu Nico serasa berada disuatu tempat yang indah.
Di Jakarta, Nico mencari sebuah apartemen untuk tempat tinggalnya. Beberapa hari kemudian, tak disangka-sangka gadis cantik yang ditemuinya di bandara beberapa waktu yang lalu tinggal di depan ruangannya.
Saat itu, Nico keluar dari ruangannya dan…
Bufftt!!!
Buku-buku berserakan di lantai depan ruangan mereka…
“Maaf, saya tidak sengaja…” kata Nico.
“Emm, tidak apa-apa.” kata gadis itu sambil mengangkat buku-bukunya yang berserakan.
“Kamu tinggal disini ?” tanya Nico berharap.
“Kok tahu? Iya, saya memang tinggal disini sejak 3 bulan lalu. Kamu baru pindah ?”
“Hahahh, saya memang baru pindah, saya baru 2 hari disini.”
“Saya Flourida, kamu ?”
“Hahh ? Saya Nicholas, panggil saja Nico”
“Nico. Salam kenal ya. Emm, saya masuk dulu ya.”
Flou masuk ke ruangannya dan Nico melanjutkan aktivitasnya.
Hari demi hari dilewati bersama, Nico selalu bahagia saat bersama Flou. Saat mereka
saling bertukar pikiran, ternyata Flou adalah anak dari pemilik apartemen tersebut. Saat Flou mengetahui bahwa tujuan utama Nico ke Jakarta adalah mencari pekerjaan, Flou berinisiatif memperkenalkan Nico kepada ayahnya.
Keesokan harinya, Nico dipertemukan dengan Frans Sutantjo, seorang pengusaha terkemuka di Jakarta dan sekaligus ayah dari Flourida. Dengan pembicaraan empat mata yang cukup lama, akhirnya Nico diterima di salah satu perusahaan sebagai direktur.
Seminggu kemudian…
Kedekatan Nicholas dan Flourida menuju pada suatu hubungan lebih dari sahabat. Mereka sudah saling membuka diri untuk mengenal lebih dalam satu sama lain. Berbulan-bulan mereka berdua lewati bersama. Sampai suatu saat Nico naik jabatan menjadi presiden direktur, semua karena kualitas Nico sebagai direktur sangat baik.
Pagi itu…
Zzztt…Zzztt…Zzztt…
“Halo” kata Nico mengangkat telepon.
“Apa benar ini Nicholas Blake ?”
“Ya benar, anda siapa ya ?”
“Emm, apa anda sibuk hari ini ?”
“Anda siapa ?”
“Saatnya belum tepat untuk mengakui identitas saya sekarang.”
“Jadi apa mau anda ?”
“Saya tunggu anda di taman kota jam 7 malam”
“Saya…”
Tett..Tett..Tett…
Telepon terputus.
Pikiran Nico bertanya-tanya tentang siapa yang menelpon dia tadi. Nico sangat penasaran dengan suara perempuan di seberang sana.
Hari itu Nico sengaja tak pergi ke kantor, tubuhnya yang sangat lelah membuatnya tak beranjak dari tempat tidurnya.
Saat jam menunjukkan pukul 11.00 pagi…
“Nico..Nick…” panggil Flou dari ruang tamu.
“Yaa… Saya disini Flou” tariak Nico.
“Hei, jam berapa ini Nick ? Kamu tidak kerja ?”
“Hahh ? Saya capek sekali Flou. Istirahat dulu ya…”
“Ohh, nih saya bawakan sarapan buat kamu”
“Terima kasih. Letakkan saja dimeja, nanti saya makan.”
“Nick, kamu kenapa ? Mengapa kamu lain hari ini ?”
“Flou, tadi ada yang menelpon saya. Dia tidak mau mengatakan identitasnya, dia meminta saya untuk bertemu di taman kota malam ini. Saya penasaran Flou…”
“Lalu, kamu akan bertemu dengan orang itu nanti malam ?”
“Kata hati saya, saya harus bertemu dengan orang itu. Tapi…”
“Mau saya temani ?”
“Kamu sibuk nanti malam ?”
“Hari ini saya tidak sibuk, bisa tidak ?”
“Baiklah kamu bisa ikut bersama saya malam ini”
Waktu menunjukkan pukul 06.15…
“Flou, kamu sudah siap ? Jangan sampai kita terjebak macet”
“Iya, saya ambil tas dulu…” teriak Flou.
“Kamu masuk mobil duluan, saya ambil uang dulu”
“Jangan lama ya..”
Dalam perjalanan…
“Flou, siapa ya orang itu ?” tanya Nico.
“Emm, kamu punya saudara yang sudah lama tidak bertemu ?”
“Sepertinya tidak ada. Saya hanya mempunyai kakek dan nenek dan mereka sudah meninggal 3 tahun lalu.”
“Pasti orang itu pernah dekat dengan kamu Nick.”
“Tapi siapa ?”
“Tak lama lagi kita sampai Nick.”
Waktu menunjukkan pukul 07.05…
Nico dan Flou tak menemukan sesosok wanita yang telah membuat janji. Sampai akhirnya seseorang menepuk belakang Nico. Saat Nico memalingkan badannya, berdiri pasangan suami istri di depan mereka berdua. Tiba- tiba jantung Nico berdetak kencang.
“Nico, Nicholas Blake ?” kata wanita itu.
“Kamu siapa ? Mengapa kamu tahu nama saya ? Saya tidak mengenal anda.”
“Nico, ini mama dan papa nak…” kata wanita itu sambil menangis.
“Mama ? Papa ? Tidak mungkin… Mereka telah meninggalkan saya selama 21 tahun.
“Maafkan kami berdua Nico, kami bersalah telah meniggalkan kamu.”
Tiba-tiba Nico meneteskan air mata, Nico tak bisa menahan kerinduannya terhadap kedua orang tuanya.
“Jadi, kalian adalah kedua orang tua saya ?”
“Iya nak, kami orang tuamu. Kami datang kemari untuk menjemputmu kembali ke London.”
“Apa ? Kembali ke London ?
“Saya tidak bisa meninggalkan semua yang telah kumiliki di tempat ini.” Bantah Nico.
“Kami membutuhkanmu Nico untuk meneruskan usaha mama dan papa disana.”
“Mungkin mama dan papa tidak tahu. Saya sampai saat ini karena kakek dan nenek, saya menjadi seperti ini karena mereka juga. Apa dengan semudah itu, saya harus menuruti kemauan mama dan papa ?”
“Tapi, Nico. Kami membutuhkan kinerja kamu disana.”
“Ma, selain itu saya tak bisa meninggalkan orang yang saya cintai. Dia telah menjadi motivasi saya selama ini. Maaf ma, aku tidak bisa.”
“Nico, kalau begitu maumu, kami tak bisa berbuat apa-apa. Tapi satu hal mama mohon, minggu depan saat natal, mama ingin kamu hadir ditengah-tengah kami berdua. Kami sangat rindu merayakan natal bersama kamu Nico.”
“Ma, bertahun-tahun saya menunggu mama dan papa. Aku sangat berharap suatu hari nanti ada suara mama, ada suara papa yang menyanyikan selamat natal kepada saya.”
“Kami minta maaf akan hal itu, tapi apa kamu bisa datang Nico ?”
“Saya akan datang bersama Flou.”
“Baiklah, kami tunggu”
Malam itu berlalu. Kehidupan Nico seakan seperti dulu lagi. Ia merasakan kembali
suasana hati memiliki keluarga yang utuh. Hari-hari Nico selalu ditemani perasaan yang gembira.
Natal pun tiba…
“Ma, saat-saat seperti ini yang saya impikan. Saya sangat bahagia merayakan natal bersama orang-orang yang saya cintai. Mama, papa, Flou… Terima kasih atas semuanya.”
# Tugas akhir kelas 2 SMA, disuru buat cerpen..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar